A. PENDAHULUAN
Jika
disinggung tentang kemajuan Islam barang kali kita sepakat bahwa
Syafawi merupakan salah satu kerajaan yang mewarnai gemilangnya
Islam di masa lampau, kedigjayaan Syafawi tidak diragukan,
menghasilkan banyak kontribusi dalam berbagai aspek, namun jika diajak untuk sepakat
mengatakan sepemikiran terhadap mazhab yang dianut oleh orang-orang
Syafawi waktu itu, maka banyaklah yang mengatakan kami bukan orang
syi’ah. Untung saja pembahasan kali ini mengajak kita menyingkap yang tersirat
baik dari ketidaktahuan atau keterlupaan kita terhadap sejarah
kerajaan
Syafawi, sehingga Pemahaman agama hanyalah sebahagian dari hal-hal yang akan
diungkapkan.
Dalam kurun waktu 1500-1800 M, hampir
secara bersamaan muncullah tiga kerajaan besar di tiga wilayah Islam yang
berbeda sebagai kelanjutan dari rantai peradaban Islam yang sebelumnya telah
dijalin oleh Dinasti Umawiyah
dan Dinasti Abbasiyah. Ketiga kerajaan besar tersebut adalah Kerajaan
Usmani di Turki, Kerajaan Shafawi di Persia dan Kerajaan Mughal di
India.
Kerajaan
Syafawi di Persia hingga saat ini memiliki bentuk peninggalan yang
unik dan variatif. Mulai dari pergantian kekuasaan dari satu pimpinan ke
pemimpin yang lain dengan pola strategi pemerintahan politik yang berbeda
hingga perubahan sistem pemerintahan Monarkhi menjadi Republik
(Republik Iran).
Terdapat perbedaan pendapat mengenai
asal usul kata Shafawi. Menurut Sayid Amir Ali, kata Shafawi berasal dari kata
Shafi, suatu gelar bagi nenek moyang raja-raja Shafawi, Sayid Amir Ali
mengatakan bahwa para Musafir, Pedagang dan Penulis Eropa selalu menyebut
raja-raja Shafawi dengan gelar Shafi Agung. Sedangkan menurut P. M. Holt, kata
Shafi bukanlah gelar dari pemimpin seperti yang disebut, akan tetapi kata Shafi
merupakan bagian dari nama Shafi al-Din Ishak al-Ardabily sendiri (1252 – 1334
M / 650 - 735 H)[1][1] , pendiri dan pemimpin Tarekat Shafawiyah. Satu
kesimpulan yang penulis
tarik adalah bahwa nama
Shafawi dinisbatkan kepada Shafi al-Din Ishak al-Ardabily[2][2]. Terlepas dari perbedaan pendapat di
atas, Syafawi dalam
berbagai aspek akan dibahas, semoga ketidaktahuan kita terhadap bagian
Peradaban Dinasti Syafawi akan terjawab di sini.
B. PEMBAHASAN
1. Latar Belakang
Berawal dari
masuknya Islam ke Persia pada zaman Abu bakar yang berhasil menaklukkan
Qadisiah, ibu kota dinasti Sasan (637 M), bagian kecil dari Sasaniah yaitu
Baduspaniah bertahan hingga abad 16 Masehi. Di samping itu sebelum Syafawi , di
Persia terdapat kerajaan lokal (distrik) yang berada di bawah dinasti-dinasti
yang lebih besar, hingga menjadi kekuasaan yang lebih besar seperti dinasti
Saljuk, Tabaristan, Rawadiah, Thahiriyah, Safariyah, dan Buwaihi. Di masa Timur
Lenk wilayah tersebut bernama dinasti Timuriah (1370-1506) sepeninggalannya
(1405) Timuriah pecah menjadi dua , dipimpin oleh Ulugh Bek (1404-1449 M) dan
Sultan Husen. Dinasti ini tidak stabil karena Mongol dan Turki campur tangan,
oleh karena itu, kelompok yang tidak puas mencoba melakukan gerakan-gerakan.
Salah satunya adalah gerakan tarekat Syafawi yang dipimpin oleh Syaikh
Syafi’ al Din (1252-1334 M)[3][3].
Pada
awalnya gerakan tarekat safawi ini adalah bertujuan untuk memerangi orang-orang
yang ingkar. Kemudian memerangi golongan yang mereka sebut ahli-ahli bid’ah.
Suatu ajaran yang dipegang secara fanatik biasanya kerap kali menimbulkan
keinginan di kalangan para penganut ajaran itu untuk berkuasa. Karena itu
lama-kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang
terorganisir[4][4], fanatik dalam kepercayaan dan menantang setiap orang yang
bermazhab berbeda atau selain mereka[5][5].
Kecenderungan
memasuki dunia politik itu dapat terwujud pada masa kepemimpinan Juned
(1447M-1460M). Safawi memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik
pada kegiatan keagamaan. Perluasan wilayah ini menimbulkan konflik dengan Karo
Koyunlu dan Juned kalah, akhirnya dia diasingkan ke suatu tempat. Ditempat itu
dia mendapatkan perlindungan dan bantuan dari para penguasa Diyar Bakr,
Ak-Koyulu. Selama dalam pengasingan, Juned menghimpun kekuatan untuk kemudian
beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan. Juned juga berhasil
mempersunting sepupu Uzun Hasan dan memiliki Putra bernama Haidar.
Kemudian Juned terbunuh pada saat mencoba merebut Sisilia[6][6].
Haidar
menggantikan ayahnya dalam memimpin Syafawi sebagai sebuah kekuatan politik dan
militer. Dalam melanjutkan hubungan dengan Uzun Hasan tidak cukup sampai
pernikahan ayahnya dengan Adik Uzun Hasan saja, bahkan Haidar menikahi salah
satu putri Uzun Hasan. Dari perkawinan ini melahirkan tiga orang
putra Ali, Ibrahim dan Ismail[7][7].
Kemenangan
Ak Koyunlu tahun 1476 terhadap Kara Koyunlu memandang gerakan
Syafawi yang dipimpin Haidar sebagai rival politik bagi AK Koyunlu
dalam meraih kekuasaan selanjutnya[8][8]. Karena itu ketika
Syafawi menyerang wilayah Sircassia dan Sirwan, AK Koyunlu malah
mengirimkan bantuan militer untuk membantu Sirwan sehingga pasukan
Syafawi kalah dan Haedar terbunuh. Inilah mulanya perpecahan antara
dua sekutu Syafawi dan Ak Koyunlu.
Ali,
putra Haidar dintuntut pasukannya untuk menuntut balas atas kematian Haidar.
Tetapi Ya’kub, pemimpin Ak Koyunlu berhasil menangkap Ali bersama saudaranya
Ibrahim dan Ismail serta ibunya di Fars selama empat setengah tahun
(1489-1493). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putra mahkota AK Koyunlu, dengan
syarat mau membantu membebaskan sepupunya. Ali kembali ke Ardabil setelah
saudara sepupu Rustam dikalahkan. Namun selanjutnya Rustam berbalik memusuhi
Ali bersaudara yang menyebabkan kematian Ali (1494)[9][9] dan digantikan oleh
adiknya Ismail, Ismail naik menggantikannya meski baru tujuh tahun. Ia
menyiapkan pasukannya yang dinamai Qizilbas h (Baret Merah) yang dibentuk oleh
ayahnya Haidar.
Di
bawah pimpinan Ismail pada tahun 1501 M berhasil mengalahkan Ak-Konyulu di
Sharur dan berhasil merebut ibu kotanya yaitu Tabriz dan di tempat itu dia
memproklamirkan dirinya sebagai raja pertama dinasti Safawi (disebut Ismail I).
Ismail I berkuasa selama 23 tahun. Dalam waktu 10 tahun Ismail sudah mampu
memperluas kekuasannya hingga seluruh Persia[10][10].
Ismail
digantikan oleh anaknya Tahmasp I [11][11], Tahmasp merupakan pengganti
Ismail yang memang sudah dipersiapkan dan diunggulkan dari
saudara-saudaranya, karena beliau adalah putra tertua[12][12] bahkan
beliau naik tahta pada hari yang sama saat ayahnya Isma’il I mangkat, padahal
saat itu Tahmasp masih berumur sepuluh tahun[13][13].
Tahmasp
memerintah selama 52 tahun, menjelang wafatnya Tahmasp
mengalami sakit keras, pada masa ini pasukan Qizilbas h terpecah menjadi dua
kubu, satu diantaranya kelompok yang memihak Ismail Mirza dan lainnya memihak
kepada Haidar Mirza. Dalam hal ini Tahmasp memilih Haidar Mirza putra ke
tiganya sebaga calon penggantinya. Namun Ismail melakukan penolakan dan
perlawanan pada saat penobatan Haidar menjadi khalifah(Syah)
hingga akhirnya Haidar terbunuh, dan Isma’il naik Tahta dengan gelar Isma’il
II[14][14].
Setelah
setahun menjabat , Isma’il wafat dan digantikan oleh Muhammad Khudabanda Putra
pertama Tahmasp I atas penunjukan para pejabat Negara[15][15]. Khudabanda
menjabat lebih kurang sepuluh tahun lamanya, kemudian digantikan oleh Syah
Abbas I. Syah Abbas I memerintah selama kurang lebih 41 tahun, selama
pemerintahannya, Syafawi berada pada tatanan yang penuh dengan
kemajuan, perbaikan urusan administrasi, diplomasi luar negeri dan lain-lain
Sebelum
Abbas I, Persaingan antara Syafawi dengan Turki Usmani selalu
terjadi, ditandai dengan perang yang berkepanjangan, peperangan dimulai sejak
kepemimpinan Ismail I (1501-1524 M), lalu Tahmasp I (1524-1576 M), Isma’il
(1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1587) Akhirnya, Abbas I (1588-1628
M) melakukan perjanjian dengan Turki Usmani sehingga mengakhiri perang yang
biasanya terjadi[16][16]. Secara umum di Zaman Syah Abas I terjadi
stabilitas Negara dan Perdamaian dengan Turki Usmani dan dinasti
Moghul.
[
2. Kemajuan di
Bidang Politik dan Pemerintahan
Sebagaimana lazimnya kekuatan politik
suatu negara ditentukan oleh kekuatan angkatan bersenjata, pembenahan
administrasi Negara, penguatan system pertahanan ibukota dan hubungan diplomasi
dengan negara lain, serta menjaga agar tidak terjadinya perpecahan[17][17].
Inilah secara umum lima hal yang dilakukan Syah Abbas I dalam
menjamin kemajuan dinasti Syafawi . Syah Abbas I juga telah melakukan langkah politiknya yang
pertama, membangun angkatan bersenjata Dinasti Shafawi yang kuat, besar dan
modern.
Tentara Qizilbas yang
pernah menjadi tulang punggung dinasti Shafawi yang besar, seiring waktu tidak
terlalu berpengaruh dalam bidang pertahanan dan keamanan, melainkan hanya
menjadi semacam tentara nonreguler yang tidak bisa diharapkan lagi untuk
menopang citra politik syah yang besar. Untuk itu dibangun suatu angkatan
bersenjata reguler. Inti satuan militer ini direkrutnya dari bekas tawanan
perang bekas orang-orang Kristen di Georgia dan Circhasia yang sudah mulai dibawa
ke Persia sejak Syah Tahmasab (1524-1576 M), mereka diberi gelar “Ghulam”.
Mereka dibina dengan pendidikan militer yang militan dan dipersenjatai secara
modern. Sebagai pimpinannya, Syah Abbas mengangkat Allahwardi Khan, salah
seorang dari Ghulam itu sendiri.
Dalam membangun Ghulam, Syah Abbas
mendapat dukungan dari dua orang Inggris, Yaitu Sir Anthony Shearli dan
saudaranya, Sir Robert Shearli. Mereka yang mengajari tentara Shafawi untuk
membuat meriam sebagai perlengkapan tentara modern. Kedatangan kedua orang
Inggris tersebut oleh sebagian sejarawan dipandang sebagai usaha strategis
Inggris untuk melemahkan pengaruh Turki Usmani di Eropa yang menjadi
musuh besar Inggris saat itu. Namun kepercayaan diri Syah Abbas tetap ada, karena memiliki tentara (Ghulam) yang bisa diandalkan.
Secara
administrasi, struktur organisasi pemerintahan Syafawi secara
horizontal didasarkan pada garis kesukuan/kedaerahan. Dan secara vertical
mencakup dua jenis, yaitu Istana dan Sekretariat Negara.
Dalam
hal kesukuan, Qizilbasy (suku Turki) merupakan bangsawan Militer, Qizilbasy
mendapat posisi strategis hingga masa Muhammad Khdabanda (berakhir pada 1587
M). Suku Tajik memegang posisi di kementrian dan Sekretariat Negara (sebagai
dewan Amir yang meliputi Amir, wazir, sejarawan istana, sekretaris pribadi
syah, dan kepala intelijen), akuntan, pegawai administrasi, pengumpul pajak dan
administrasi keuangan, dan suku Persia menjabat sebagai Sadr (ketua
Lembaga Agama)[18][18]
3. Ekonomi dan
Perdagangan
Dalam
bidang ekonomi terjadi perkembangan ekonomi yang pesat setelah kepulauan Hurmuz
dikuasai dan nama pelabuhan “Gumrun” akhirnya diubah menjadi Bandar Abbas.
Sebagai
pelabuhan utama wilayah ini mampu menjamin kehidupan perekonomian Safawi. Hal
ini dikarenakan bandar tersebut merupakan salah satu jalur dagang yang
strategis antara timur dan barat yang biasanya menjadi daerah perebutan belanda
Inggris dan Prancis.
Selain
itu Safawi juga mengalami kemajuan sektor pertanian terutama di daerah Bulan
sabit subur (fortile crescent). Dalam masa ini juga masyarakat sudah banyak
malakukan budaya wakaf bagi harta-hartanya kepada ummat[19][19].
4. Sosial
Kemasyarakatan
Pada
zaman Khudabanda (1666 M), Isfahan 162 Masjid, 48 perguruan, caravansaries, dan
tempat pemandian umum yang seluruh nyadibangun oleh Tahmasp I . Syah
Abbas sebagai pelanjut dari keduanya berhasil membuat Syafawi secara
keseluruhan menjadi negara yang hidup makmur, terhindar dari perang yang
biasanya terjadi. Sehingga di masa Abbas I dinyatakan sebagai puncak keemasan
kerajaan tersebut.
5. Pendidikan dan
Iptek
Salah
satu keunggulan dinasti Syafawi dibandingkan dengan Turki Usmani adalah
dibidang Ilmu pengetahuan, Syafawi lebih menonjol daripada Dinasti
Turki Usmani, khususnya ilmu filsafat yang berkembang amat pesat. Dalam bidang
pendidikan terutama untuk perkembangan mazhab Syi’ah didirikan sekolah teologi
serta pusat kajian Syi’ah di tiga kota, yaitu : Qum, Najaf, Masyhad[20][20]
Baha
al Din al-‘Amili merupakan tokoh yang dikenal sebagai generalis ilmu
pengetahuan pada Zaman Itu. Selain itu seorang ilmuan, Muhammad Bagir ibn
Muhammad Damad juga pernah melakukan penelitian tentang lebah.
6. Kesenian
Di
bidang kesenian juga sangat terasa pada zaman ini, sebuah sekolah Seni lukis
yang merupakan peninggalan dari Timuriah Yang berada di Herat,
dipindahkan ke Tibriz pada tahun 1510 M oleh Ismail I. Di sekolah ini
diterbitkan buku Syah Nameh (buku tentang raja-raja)
yang memuat lebih dari 250 lukisan[21][21]. Tahun 1522 Ismail mendatangkan
Seorang pelukis yang bernama Bizhad ke Tibriz[22][22],
Para
penguasa kerajaan menjadikan Isfahan menjadi kota yang sangat indah. Kemajuan
di bidang ini juga bisa terlihat jelas dalam gaya arsitektur
bangunan-bangunannya, seperti terlihat di masjid Shah yang dibangun tahun 1611
M, selain itu juga terlihat pula bentuk kerajinan tangan, keramik, karpet,
permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar dan benda seni lainnya.
7. Pemikiran dan
Filsafat
Dalam
bidang filsafat, ditandai dengan berkembangnya filsafat ketuhanan yang kemudian
dikenal dengan filsafat Isyraqi (pencerahan) tercatat
seorang yang bernama Sadr al Din al-‘Syirazi (Mulla Shadra) sebagai filosof,
beliau wafat tahun 1641 M. selain Mulla Shadra juga disebutkan nama Muhammad
Bagir ibn Muhammad Damad juga sebagai filosof, ahli sejarah dan
teolog, beliau pernah melakukan penelitian tentang lebah. Ia wafat pada tahun
1631 M.
8. Pemahaman
Agama
Ismai’l Khaidar
(khalifah pertama) mengklaim dirinya sebagai titisan para Imam Syi’ah,
penjelmaan Tuhan, sinar ketuhanan dari imam yang tersembunyi dan imam
Mahdi[23][23].
Dinasti
Syafawi bukanlah kerajaan yang serta merta dibangun atas
dasar kekuasaan, berawal dari sebuah pandangan agama dalam bentuk
tarekat di Ardabil(Azerbaijan). Tarekat Syafawi yah berdiri hampir bersamaan
dengan kerajaan Usmani[24][24].
Syafawi merupakan
penganut faham Syi’ah, bahkan dari awal berdirinya kerajaan ini Syi’ah
dinyatakan sebagai mazhab resmi negara. Bahkan di zaman Abbas II (Sulaiman) dan
Husein terjadi penindasan, pemerasan dan marjinalisasi terhadap ulama Sunni dan
memaksa ajaran Syi’ah kepada mereka.
Namun
demikian tidak berarti seluruh Syah Syafawi beraliran demikian, dijelaskan oleh
Muhammad Sahil Thaqqusy dalam Sejarah Dinasti Syafawi di Iran dalam hal
pandangan agama Ismail II merupakan penganut aliran Sunni, meskipun
tidak diungkapkan secara terang-terangan, namun segala kegiatan dan tindakan
kepemimpinannya mengidentifikasikan bahwa beliau adalah penganut faham
Sunni[25][25]. Namun tetap saja dikatakan Syiah telah melingkupi
perjalanan dinasti Syafawi hingga terasa pada sebagian
besar Republik Iran sekarang.
9. KEMUNDURAN DAN
KEHANCURAN DINASTI SAFAWI
Dinasti
Syafawi di Persia meraih puncak keemasan di bawah pemerintahan Syah Abbas I
selama periode 1588-1628 M. Abbas I berhasil membangun kerajaan safawi sebagai
kompetitor seimbang bagi Kerajaan Turki Usmani.
Tanda-tanda
kemunduran kerajaan persia mulai muncul sepeninggalan Abbas I. Secara berturut-turut
syah yang menggantikan Abbas I adalah:
1. Safi Mirza
(1628-1642 M)
2. Abbas II
(1642-1667 M)
3. Sulaiman
(1667-1694 M0
4. Husain
(1694-1722 M)
5. Tahmasp II
(1722-1732 M)
6. Abbas III
(1733-1736 M).
Banyak
faktor yang mewarnai kemunduran kerajaan safawi, di antaranya dari perebutan
kekuasaan di kalangan keluarga kerajaan. Selain itu dikarenakan bahwa Syah-syah
yang menggantikan Abbas I sangat lemah dalam banyak hal terutama kepiawaian
dalam memimpin dan pendekatannya terhadap pejabat, aparat dan rakyat .
Safi
Mirza, cucu Abbas I[26][26] merupakan pemimpin yang lemah dan kelemahan ini
dilengkapinya oleh kekejaman yang luar biasa terhadap pembesar-pembesar
kerajaan karena sifatnya yang pecemburu. Pada masa pemerintahan Mirza inilah
kota Qandahar lepas dari penguasaan Safawi karena direbut oleh kerajaan Mughal
yang pada saat itu dipimpin oleh Syah Jehan, dan Baghdad direbut oleh Kerajaan
Usmani[27][27].
Abbas
II disebutkan sebagai seorang raja yang pemabuk, sehingga kebiasaan mabuk
inilah yang menamatkan riwayatnya. akan tetapi di tangannya kota Qandahar bisa
direbut kembali. Demikian halnya dengan Sulaiman, ia juga disebut sebagai
seorang pemabuk dan selalu bertindak kejam terhadap pembesar istana yang
dicurigainya. Disebutkan Selama tujuh tahun ia tak pernah memerintah kerajaan.
Diyakini,
konflik dengan Turki Usmani adalah sebab pertama yang menjadikan Safawi
mengalami kemunduran. Terlebih Turki Usmani merupakan kerajaan yang lebih kuat
dan besar daripada Safawi. Hakikatnya ketegangan ini disebabkan oleh konflik
Sunni-Syi’ah[28][28].
Syah
Husain adalah raja yang alim akan tetapi kealiman Husain adalah suatu
kefanatikan tehadap Syi’ah. Karena dia lah ulama Syi’ah berani memaksakan
pendiriannya terhadap golongan Sunni. Inilah yang menyebabkan timbulnya
kemarahan golongan sunni di Afganistan sehingga menimbulkan
pemberontakan-pemberontakan.
Pemberontakan
bangsa Afgan dimulai pada 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil
merebut wilayah Qandahar. Lalu disusul oleh pemberontakan suku Ardabil di Herat
yang berhasil menduduki Mashad.
Di
lain pihak Mir Vays digantikan oleh Mir Mahmud sebagai penguasa Qandahar. Pada
masa Mir Mahmud berhasil menyatukan suku Afgan dengan suku Ardabil. Dengan
kekuatan yang semakin besar, Mahmud semakin terdorong untuk memperluas wilayah
kekuasaannya dengan merebut wilayah Afgan dari tangan Safawi. Bahkan ia
melakukan penyerangan terhadap Persia untuk menguasai wilayah tersebut.
Penyerangan
demi penyerangan ini memaksa Husain untuk mengakui kekuasaan Mahmud. Oleh
Husain, Mahmud diangkat menjadi gubernur di Qandahar dengan gelar Husain Quli
Khan yang berarti Budak Husain. Dengan pengakuan ini semakin mudah bagi Mahmud
untuk menjalankan siasatnya. Pada 1721 M ia berhasil merebut Kirman. Lalu
menyerang Isfahan, mengepung ibu kota safawi itu selama enam bulan dan memaksa
Husain menyerah tanpa syarat. Pada 12 oktober 1722 M Syah Husain menyerah dan
25 Oktober menjadi hari pertama Mahmud memasuki kota Isfahan dengan kemenangan,
sedangkan beberapa wilayah propinsi laut Kaspia di Jilan, Mazandaran dan
Asterabad direbut oleh Rusia[29][29].
Tak
menerima semua ini, Tahmasp II yang merupakan salah seorang putra Husain dengan
dukungan penuh suku Qazar dari Rusia, memproklamirkan diri sebagai penguasa
Persia dengan ibu kota di Astarabad. Pada 1726 M, Tahmasp bekerja sama dengan
Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afgan yang
menduduki Isfahan.
Asyraf
sebagai pengganti Mir Mahmud berhasil dikalahkan pada 1729 M, bahkan Asyraf
terbunuh dalam pertempuran tersebut. Dengan kematian Asyraf, maka dinasti
Safawi berkuasa lagi.
Pada
Agustus 1732 M, Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas
III yang merupakan putra Tahmasp II, padahal usianya masih sangat muda.
Ternyata ini adalah strategi politik Nadir Khan, karena pada tanggal 8 maret
1736, dia menyatakan dirinya sebagai penguasa persia dari abbas III. Maka
berakhirlah kekuasaan dinasti Safawi di Persia[30][30].
Kehancuran
Syafawi juga dikarenakan lemahnya pasukan Ghulam yang diandalkan oleh safawi
pasca penggantian tentara Qizilbash. Hal ini karena pasukan Ghulam tidak lagi
dilatih secara penuh dalam memahami seni militer. Sementara sisa-sisa pasukan
Qizilbash tidak memiliki mental yang kuat dibandingkan dengan para pendahulu
mereka. Sehingga membuat pertahanan militer Safawi sangat lemah dan mudah
diserang oleh lawan.
C. PENUTUP
Sebagai
penutup penulis akan menyimpulkan beberapa hal , yaitu:
1. Nama
Syafawi dinisbatkan kepada tarekat Syafawi yah yang didirikan oleh
Syekh Safiuddin Ishaq (1252-1335M) di masa dinasti Ilkhan
2. Kepemimpinan
tarikat berlangsung secara turun temurun mengikut garis keturunan
3. Pemimpin
kerajaan Syafawi disebut Syah
4. Isma’l sebagai
Pimpinan tarekat sekaligus sebagai Syah pertama
Berikut
merupakan Syah dinasti Syafawi [31][31]:
1. Ismail I
(1501-1524 M),
2. Tahmasp I
(1524-1576 M),
3. Isma’il
II(1576-1577 M)
4. Muhammad
Khudabanda (1578-1587 M)
5. Abbas I
(1588-1628 M).
6. Safi Mirza
(1628-1642 M)
7. Abbas II
(1642-1667 M)
8. Sulaiman
(1667-1694 M)
9. Husain
(1694-1722 M)
10. Tahmasp II
(1722-1732 M)
11. Abbas III
(1733-1736 M).
5. Jika ditinjau
dari segi kemajuan dan kemundurannya. Dinasti Syafawi bisa dibagi
menjadi tiga fase[32][32]:
a. Fase Pertama
(1501-1588 M)
Merupakan masa
pendirian/pembentukan dinasti dan juga periode peralihan terhadap banyak
perubahan dan penyesuaian struktur administrasi pemerintahan.
b. Fase Kedua
(1588-1628 M)
Merupakan
zaman keemasan dan mengalami kemajuan di berbagai bidang, ini
terjadi pada masa Abbas I yang diberi gelar Syah Yang Agung
c. Fase Ketiga
(1628-1722 M)
Merupakan masa
kemunduran dan berakhirnya dinasti Syafawi, di Persia.
6. Perluasan
Wilayah
Sebelah
Utara :
Transxsosani
Sebelah
Selatan :
Teluk Persia
Timur
sampai
Barat :
Sungai Eufrat
7. Syafawi yang
merupakan rival bagi kerajaan Turki Usmani tetap diakui sebagai sebuah kerajaan
yang besar, hal ini dibuktikan dengan adanya kesepakatan damai yang terjadi
pada masa Abbas I dengan Turki Usmani, ini mengindikasikan bahwa
Syafawi memang diakui keberadaannya dari Turki Usmani yang memang
dari segi waktu muncul lebih dahulu.
[1][1] Muhammad Sahil Taqqusy تاريخ دولة الصفوية (فى إيران) , (Beirut,
Daren Nafaes,2009) hal 35
[2][2] Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam (Jakarta, Raja
Grafindo Persada,2006) hal 138
[3][3] Jaih Mubarok, Sejarah
Peradaban Islam (Bandung,
Pustaka Islamika, 2008) hal234
[4][4] Dicky Avellli A, Makalah Tiga
Dinasti (
[5][5] Badri Yatim Op Cit hal 139
[6][6] Dicky Avellli A, Lokcit
[7][7] MS Rizqi, Dinasti-dinasti
kecil Persia(http://msrizqi.blogspot.com/2009/04/dinasti-dinasti-kecil-persia.html)
[8][8] Pada awalnya seperti yang disebutkan
Syafawi adalah sekutu AK Koyunlu. Namun akhirnya AK Koyunlu berusaha
melenyapkan kekuatan militer dan dinasti Syafawi
[9][9] Ibid
[10][10] Ibid
[11][11] Isma’il mempunyai 9 orang anak, empat
diantaranya laki-laki dan lima orang perempuan, Tahmasp merupakan anak pertamanya.
[12][12] Muhammad Sahil Taqqusy , Lok cit hal 123
[13][13] Ibid hal 88
[14][14] Ibid hal 111
[15][15] Ibid 115
[16][16] Dicky Avellli A, Op cit
[17][17] Dedi Supriadi, Sejarah
Peradaban Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 2008) hal
254-255
[18][18] Saeful Anwar,Peradaaban Islam Masa
Dinasti Syafawi Persia1501-1736 M, (http://file.upi.edu /Direktori/ B-FPIPS/MKDU/198111092005011-)
[19][19] Dedi Supriadi, Op Cit hal 256
[20][20] Saeful Anwar,Op cit
[21][21] Jaih Mubarok Lok cit236
[22][22] Badri Yatim, Lok cit hal 145
[23][23] Saeful Anwar, Lok cit
[24][24] Dicky Avellli A, Lok cit
[25][25] Muhammad Sahil Taqqusy, Lok cit hal 112-113
[26][26] Eni Rahman, Sejarah
Kerajaan Safawi,(
http://bookedu.wordpress.com/2010/08/19/sejarah-kerajaan-safawi/)
[27][27] kemunduran-tiga-kerajaan-besar-utsmani-safawi-dan-mughal/
http://initialdastroboy.wordpress.com/2010/04/15/kemunduran-tiga-kerajaan-besar-utsmani-safawi-dan-mughal/
[28][28] Ibid
[29][29] Jaih Mubarok, Lok cit, hal 237
Op cit
[31][31] Raja-raja kerajaan Syafawi erat
kaitannya dengan kepemimpinan tarekat Syafawiyah itu sendiri, adapun urutan
silsilahnya sebelum Ismail adalah: Syafi Al Din (1252-1334), Sadar Al Din Musa
(1334-1399), Khawaja Ali (1399-1427), Ibrahim (1427-1447), Juneid (1447-1460)
Haidar (1460-1494), Ali (1494-1501)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar